GHULUL (KORUPSI) DAN BISNIS PEJABAT
PADA MASA PEMERINTAHAN UMAR IBNU KHATAB
Siapa
saja yang telah aku aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan
kemudian aku berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya
adalah korupsi (Ghulul) (HR Abu Daud)
Konsep
atau terminology yang sering dihubungkan dengn korupsi karena
melihatnya sebagai pengkhianatan atas amanat yang seharusnya dijaga
ialah Ghulul. Ghulul secara leksikal dimaknai “akhdzu al-syai wa dassahu fi mata’ihi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Pada mulanya ghulul merupakan istilah bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan.
Diantara para sahabat Nabi yang paling tegas dalam pengawasan harta
para pejabat adalah Umar Ibnu Khatab .Setiap kali mengangkat wali
(pejabat) di suatu wilayah, ia mewajibkan yang bersangkutan untuk
menghitung kekayaannya sebelum serah terima jabatan, dan menghitung
ulang setelah selesai melaksanakan tugasnya. Apabila kekayaannya
bertambah (lebih dari pendapatan gajinya), Umar akan memerintahkannya
untuk memasukkan kedalam kas Negara (Khazanatan al-daulah).
Bahkan umar melarang para pejabat berbisnis, karena dengan
kedudukannya, seorang pejabat dapat menggunakan pengaruhnya untuk
menguasai pasar atau bisnis,sehingga
terjadi persaingan tidak sehat. Hal ini bisa dilihat, ketika Umar
mengangkat Utbah ibn Abi Sufyan sebagai wali di suatu wilayah, maka
ketika kembali ke Madinah dengan membawa kekayaan yang besar, Umar
bertanya : Min aina laka hadza ya Utbah? (kau
dapatkan dari mana hartamu ini hai Utbah?) Utbah menjawab aku keluar
ke sana dengan uangku sambil berdagang. Umar berkata: aku mengutusmu
sebagai wali negeri, tidak mengutus kamu sebagai pedagang, karena
sebenarya dagangan dan kekuasaan itu tidak sama. Oleh karena itu
masukanlah hartamu ke Bait al-mal kaum muslimin
Dengan
demikian perolehan yang pada prinsipnya diperbolehkan dalam Islam,
seperti infak, sedekah, hibah dan hadiah, bahkan bisnis dapat berubah
status hukumnya menjadi haram jika yang menerima itu para pejabat
pemerintah atau orang yang menerima hadiah karena pekerjaannya atau
profesi dan tugasnya. Hal ini diberlakukan selain dari sabda Rasulullah
yang tegas dan jelas tersebut, juga pertimbangan adanya kekhawatiran
rusaknya mental para pejabat dan pudarnya obyektifitas dalam menangani
suatu perkara.
Bila
mengacu pada unsur-unsur tindak pidana korupsi, maka Ghulul memenuhi
semua unsur korupsi, karena:Ghulul terjadi karena ada niat untuk
memperkaya diri sendiri, penyalah gunaan wewenang, merugikan orang lain
sekaligus merugikan kekayaan Negara. Serta merusak sitem hukum dan
merusak moral masyarakat