Kamis, 07 Maret 2013

GHULUL (KORUPSI) DAN BISNIS PEJABAT PADA MASA PEMERINTAHAN UMAR IBNU KHATAB

GHULUL (KORUPSI) DAN BISNIS PEJABAT
PADA MASA PEMERINTAHAN UMAR IBNU KHATAB


Siapa saja  yang telah aku aku angkat sebagai pekerja dalam satu jabatan kemudian aku berikan gaji, maka sesuatu yang diterima di luar gajinya adalah korupsi (Ghulul) (HR Abu Daud)
Konsep atau terminology yang sering dihubungkan dengn korupsi karena melihatnya sebagai pengkhianatan atas amanat yang seharusnya dijaga ialah Ghulul.  Ghulul secara leksikal dimaknai “akhdzu al-syai wa dassahu fi mata’ihi” (mengambil sesuatu dan menyembunyikannya dalam hartanya). Pada mulanya ghulul merupakan istilah bagi penggelapan harta rampasan perang sebelum dibagikan.
            Diantara para sahabat Nabi yang paling tegas dalam pengawasan harta para pejabat adalah Umar Ibnu Khatab .Setiap kali mengangkat wali (pejabat) di suatu wilayah, ia mewajibkan yang bersangkutan untuk menghitung kekayaannya sebelum serah terima jabatan, dan menghitung ulang setelah selesai melaksanakan tugasnya. Apabila kekayaannya bertambah (lebih dari pendapatan gajinya), Umar akan memerintahkannya untuk memasukkan kedalam kas Negara (Khazanatan al-daulah).
            Bahkan umar melarang para pejabat berbisnis, karena dengan kedudukannya, seorang pejabat dapat menggunakan pengaruhnya untuk menguasai pasar atau bisnis,sehingga terjadi persaingan tidak sehat. Hal ini bisa dilihat, ketika Umar mengangkat Utbah ibn Abi Sufyan sebagai wali di suatu wilayah, maka ketika kembali ke Madinah dengan membawa kekayaan yang besar, Umar bertanya : Min aina laka hadza ya Utbah? (kau dapatkan dari mana hartamu ini hai Utbah?) Utbah menjawab  aku keluar ke sana dengan uangku sambil berdagang. Umar berkata: aku mengutusmu sebagai wali negeri, tidak mengutus kamu sebagai pedagang, karena sebenarya dagangan dan kekuasaan itu tidak sama. Oleh karena itu masukanlah hartamu ke Bait al-mal kaum muslimin
Dengan demikian perolehan yang pada prinsipnya diperbolehkan dalam Islam, seperti infak, sedekah, hibah dan hadiah, bahkan bisnis dapat berubah status hukumnya menjadi haram jika yang menerima itu para pejabat pemerintah atau orang yang menerima hadiah karena pekerjaannya atau profesi dan tugasnya. Hal ini diberlakukan selain  dari sabda Rasulullah yang tegas dan jelas tersebut, juga pertimbangan adanya kekhawatiran rusaknya mental para pejabat dan pudarnya obyektifitas dalam menangani suatu perkara.
Bila mengacu pada unsur-unsur tindak pidana korupsi, maka Ghulul memenuhi semua unsur korupsi, karena:Ghulul terjadi karena ada niat untuk memperkaya diri sendiri, penyalah gunaan wewenang, merugikan orang lain sekaligus merugikan kekayaan Negara. Serta merusak sitem hukum dan merusak moral masyarakat